Tugas Ekonomi International
PERUSAHAAN MULTINASIONAL
DI
SUSUN
O
L
E
H
1. ILHAM WIJAYA (A1A 011 062)
2. NI WAYAN RAHAYU A. (A1A 011 102)
3. AGUS DAEFI SAPUTRA (A1A 011 004)
4. IDA AYU DIASTINI PUTRI (A1A 011 060)
5. ANDRIAN HADI HUTOMO ( )
6. MUHAMMAD SIGIT (A1A 211 096)
7. DODI SUDRAJAD ( )
8. HERU CANDRA ( )
9. AHYAN ABDILLAH ( )
UNIVERSITAS
MATARAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A. Latar Belakang
Adanya
perjanjian kerjasama secara global untuk mengadakan daerah pasar bebas (AFTA)
mendorong banyak pihak eksternal atau yang dalam hal ini adalah Multi-National Corporations
(MNCs) untuk berinvestasi ke
negara-negara berkembang yang memiliki kelebihan dalam aspek Sumber Daya
Manusia dan bahan baku yang mudah di dapatkan pada kawasan Asia Tenggara,
khususnya Indonesia. Akan tetapi dengan kehadiran MNCs di Indonesia, tidak
serta merta hanya membawa dampak yang positif. Berbagai macam dampak negatif
turut serta hadir sebagai konsekuensi
kehadiran MNCs tersebut,
baik pada dimensi
pekerja maupun pada
dimensi lingkungan hidup.
Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
kehadiran MNCs tersebut terhadap dimensi buruh (pekerja) dan lingkungan hidup.
Hasil temuan yang ingin disampaikan pada tulisan ini adalah bahwa dengan
kehadiran MNCs, tidak berarti negara berkembang dengan otomatis akan
mendapatkan keuntungan di segala dimensi, akan tetapi ada dimensi lain yang
justru tereksploitasi, seperti pada dimensi SDM dan lingkungan hidup.Berkembangnya
Perusahaan Multi Nasional disuatu Negara sangatlah berpengaruh terhadap Ekonomi
Negara itu sendiri dimana pengangguran akan berkurang sehingga pendapatan
Negara itu sendiri otomatis akan bertambah. Dalam rangka membantu perubahan
terhadap Negara khususnya Indonesia perkembangan perusahaan multi Nasional
merupakan prioritas utama dalam pembangunan Negara.maka pembangunan ini
memerlukan konsep yang sangat bagus agar tuuan-tujuan tercapai semua.Dengan
demikian unsure pemerintahan merupakan hal yang penting sebelum mengarah kepada
perusahaan itu sendiri
BAB II
PERUSAHAAN MULTINASIONAL
A.
PENGERTIAN PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Perusahaan
multinasional yaitu suatu perusahaan yang berbasis di satu negara (negara
induk) akan tetapi pesusahaan itu memiliki kegiatan produksi ataupun
pemasaran cabang di negara – negara lain (negara cabang).
Di beberapa dekade akhir abad ke-20, transformasi pesat
dunia industri mengambil bentuknya yang baru. Kemajuan mencolok ilmu dan
teknologi, sebagai mesin penggerak suatu masyarakat, dunia mendapatkan
pengaruhnya dari berbagai sudut. Perekonomian adalah salah satu bidang yang
mengalami berbagai perubahan mencolok di masa-masa tersebut. Yang pasti,
munculnya berbagai perusahaan multinasional, hingga batas tertentu, membuka
peluang bagi globalisasi ekonomi.
Pengalaman pertumbuhan ekonomi pada abad kesembilan belas di
Negara-negara maju banyak bersumber dari dari pergerakan modal internasional
yang cukup deras pada waktu itu. Mobiltas faktor-faktor produksi yang terjadi
antar Negara mencapai titik puncaknya dengan hadirnya
perusahaan-perusahaan multinasional. Mungkin perkembangan yang terpenting
dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional selama dua dasawarsa terakhir ini
adalah lonjakan mengagumkan kekuatan dan pengaruh perusahaan-perusahaan
raksasa multinasional. Merekalah penyalur utama aneka factor produksi,
mulai dari modal, tenaga kerja dan teknologi produksi, semuanya dalam skala
besar-besaran, dari satu Negara ke Negara lainnya.
Dalam operasinya ke berbagai Negara-negara dunia ketiga,
mereka menjalankan berbagai macam operasi bisnis yang inovatif dan kompleks
sehingga tidak bias lagi kita pahami hanya dengan perangkat teori-teori
perdagangan yang sederhana, apalagi mengenai distribusi keuntungannya.
Perusahaan-perusahaan raksasa, seperti IBM, Ford, Exxon, Philips, Hitachi,
British Petroleum, Renault, Volkswagen, dan Coca-Cola, telah sedemikan rupa
mendunia dalam operasinya sehingga kalkulasi atas distribusi keuntungan-keuntungan
yang dihasilkan oleh produksi internasional itu kepada penduduk setempat dan
pihak asing menjadi semakin sulit dilakukan
Arus sumber-sumber keuangan internasional dapat terwujud
dalam dua bentuk. Yang pertama adalah penanaman modal asing yang dilakukan
oleh pihak swasta (private foreign investment) dan investasi portofolio,
terutama berupa penanaman modal asing “langsung” (PMI). Penanaman modal seperti
ini juga dapat disebut Foreign Direct Investment (FDI). FDI (Foreign
Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah
satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Ia bermula saat
sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke
sebuah perusahaan di negara lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di negara
asal (biasa disebut ‘home country‘) bisa mengendalikan perusahaan yang
ada di negara tujuan investasi (biasa disebut ‘host country‘) baik
sebagian atau seluruhnya. Caranya dengan si penanam modal membeli perusahaan di
luar negeri yang sudah ada atau menyediakan modal untuk membangun perusahaan
baru di sana atau membeli sahamnya sekurangnya 10%.
Biasanya, FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif,
misalnya pembelian atau konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan
atau bangunan; atau konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan
oleh perusahaan asing. Penanaman kembali modal (reinvestment) dari
pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang antara
perusahaan induk dan perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan
sebagai investasi langsung. Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI
seperti pemberian lisensi atas penggunaan teknologi tinggi. Sebagian besar FDI
ini merupakan kepemilikan penuh atau hampir penuh dari sebuah perusahaan.
Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki bersama (joint ventures)
dan aliansi strategis dengan perusahaan-perusahaan lokal. Joint ventures yang
melibatkan tiga pihak atau lebih biasanya disebut sindikasi (atau ‘syndicates‘)
dan biasanya dibentuk untuk proyek tertentu seperti konstruksi skala luas atau
proyek pekerjaan umum yang melibatkan dan membutuhkan berbagai jenis keahlian
dan sumberdaya.
Multinational
Corporations atau MNC adalah perusahaan yang beroperasi di dua atau lebih negara.
MNC menjadi fenomena yang dominan dalam hubungan internasional saat ini terkait
dengan adanya globalisasi perdagangan dan perkembangan perekonomian dunia.
Dalam hal perkembangan perekonomian domestik suatu negara, MNC memiliki
pengaruh yang signifikan sebab keberadaan MNC pada suatu negara menjadi salah
satu penyumbang pajak tertinggi bagi pendapatan suatu negara sekaligus bagi
perkembangan ekonominya. MNC adalah bentuk korporasi baru yang tidak dapat di
hindari sebagai sebuah konsekuensi logis dari adanya globalisasi itu sendiri.
MNC merupakan wujud dari perdagangan modern dimana profit merupakan orientasi
utama dari keberadaan setiap MNC di suatu negara.
Ciri
– ciri perusahaan multinasional antara lain :
1. Lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) perusahaan multinasional melampau batas- batas Negara.
2. Perdagangan dalam perusahaan multinasional kebanyakan terjadi di dalam lingkup perusahaan itu sendiri, walaupun antarnegara.
3. Control terhadap pemakaian teknologi dan modal sangat diutamakan mengingat kedua factor tersebut merupakan keuntungan kompetitif perusahaan multinasional.
4. Pengembangan system managemen dan distribusi yang melintasi batas-batas Negara, terutama system modal ventura, lisensi dan franchise.
1. Lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) perusahaan multinasional melampau batas- batas Negara.
2. Perdagangan dalam perusahaan multinasional kebanyakan terjadi di dalam lingkup perusahaan itu sendiri, walaupun antarnegara.
3. Control terhadap pemakaian teknologi dan modal sangat diutamakan mengingat kedua factor tersebut merupakan keuntungan kompetitif perusahaan multinasional.
4. Pengembangan system managemen dan distribusi yang melintasi batas-batas Negara, terutama system modal ventura, lisensi dan franchise.
Karakter
Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional biasanya
memiliki ciri – ciri :
- Membentuk cabang – cabang di luar negeri
- Visi dan strategi yang digunakan untuk memproduksi suatu barang bersifat global (mendunia), jadi perusaan tersebut membuat atau menghasilkan barang yang dapat digunakan di semua negara.
- Lebih cenderung memilih kegiatan bisnis tertentu, umumnya manufaktur.
- Menempatkan cabang pada negara – negara maju.
Kehadiran anak perusahaan bagi negara cabang banyak memberikan keuntungan untuk
negara tersebut diantaranya pemberian pajak untuk perusahaan tersebut yang
cukup besar. Tidak hanya itu, dengan adanya suatu anak perusahaan dinegara
lain, berarti sedikit membantu membuka peluang kerja bagi penduduk yang belum
kerja dinegara tersebut.
- Bekerja di Perusahaan Multinasional
Terbukanya perusahaan multinasional
disambut baik dengan penduduk negara tersebut, karena perusahaan muktinasional
memiliki banayak keuntungan di bandingkan dengan perusahaan lainnya, di
antaranya sebagai berikut :
- Jaringan kerja yang luas
Perusahaan multinasional mempunyai jaringan pekerjaan yang luas, perusahaan
tersebut tidak hanya berkembang pada satu negara saja, akan tetapi banyak. Oleh
sebab itu, peluang untuk ke luar negeri besar untuk pelatihan ataupun penambahan
pekerja dinegara lainnya
2. Pendapatan yang lebih tinggi
Hal ini yang membuat banyak orang memilih perusahaan multinasional, karena
perusahaan multinasional menawarkan gaji yang lebih tinggi di bandingkan dengan
perusahaan lainnya. Tidak hanya gaji, perusahaan ini pun memiliki fasilitas
yang lebih di bandingkan dengan perusahaan swasta ataupun nasional
lainnya.
3. Deskiripsi pekerjaan lebih jelas
Dekskripsi pekerjaan yang diberikan perusahaan multinasioanal lebih jelas atau
tidak tumpang tindih sehingga kita merasa nyaman dalam pekerjaan kita
- Persyaratan Agar di Terima di Perusahaan Multinasioanal
Persyaratan umum sebenarnya sama dengan perusahaan lainnya yakni kemampuan
teknis sesuai bidangnya maupun kompetensi pendukung yang dimiliki dari seorang
calon karyawan. Bedanya, perusahaan multinasional juga akan melihat kompetensi
non teknis sebagai bagian penting dalam proses perekrutan karena akan
menentukan apakah seseorang akan sesuai di organisasi tersebut dan dapat
bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Terkait penguasaan bahasa asing, pada
perusahaan multinasional akan menjadi nilai tambah dan hampir menjadi sesuatu
yang wajib meskipun nantinya keahlian berbahasa bisa terus diasah ketika sudah
bekerja.
- Bagaimana proses seleksi yang dilakukan?
Proses seleksi tentu saja relatif lebih ketat
dan persaingan antar kandidat juga cukup berat. Hal bisa dimaklumi karena yang
mendaftar juga merupakan orang-orang terbaik dari berbagai perguruan tinggi
bergengsi dalam dan luar negeri. Walaupun demikian, lulusan Indonesia memiliki
kualitas yang baik dan tak jarang memenangkan persaingan dibandingkan kandidat
yang pernah kuliah di luar negeri. Salah satu proses seleksi yang ada adalah
Focus Group Discussion di mana para kandidat diberi sebuah persoalan dan diminta
untuk menyelesaikan dengan interaksi antar individu dalam sebuah grup.
- Apa saja yang harus dipersiapkan oleh seorang mahasiswa agar siap melamar di perusahaan multinasional?
Pertama tentu saja harus menguasai bidang ilmu
yang dipelajari dengan baik. Jika kuliah di Teknik Mesin, kuasailah bidang
tersebut dengan baik. Jika kuliah di Ekonomi, kuasai pula bidang tersebut
dengan baik. Selain pengetahuan yang sesuai dengan jurusan yang dijalani,
seorang mahasiswa harus memanfaatkan waktu untuk belajar hal-hal lain seperti
kemampuan berkomunikasi, menyampaikan sebuah ide atau pendapat, menganalisa
sebuah permasalahan, menggunakan common sense untuk mengatasi persoalan,
memiliki energi dan komitmen yang kuat dalam bekerja, serta memiliki kedewasaan
yang matang secara pribadi, kemampuan berorganisasi baik memimpin maupun
dipimpin. Jika kualitas diri seperti itu dimiliki dan secara fungsional bidang
yang dipelajari juga dikuasai dengan baik, maka akan banyak perusahaan yang
mencari.
Perusahaan-Perusahaan Multinasiona
Perusahaan Multinasional telah memainkan peranan yang sangat
penting dalam menjalankan kebijakan dan aturan baik di tingkat national maupun
internasional. Di negara-negara berkembang, hampir setiap aspek dari kehidupan
komunitas telah terkena dampak dari operasi Perusahaan Multinasional. Perusahaan
multinasional atau PMN adalah perusahaan yang berusaha di banyak negara;
perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki
kantor-kantor, pabrik atau kantor
cabang di banyak
negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka
mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinasional yang sangat besar
memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh
kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar
bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk
relasi masyarakat dan melobi politik. Karena jangkauan internasional dan
mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan Negara sendiri, harus berkompetisi
agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga
pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi lainnya) di wilayah
tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional
seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan
pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan
lingkungan yang memadai.
Perusahaan
multinasional pada dasarnya adalah sebuah perusahaan raksasa yang menjalankan,
memiliki serta mengendalikan operasi bisnis atau kegiatan-kegiatan usahanya di
lebih dari satu Negara. Perusahaan multinasional ini umumnya berupa perusahaan
yang dikelola oleh lebih dari sebuah negara, dan oleh karena kekuatan
ekonominya yang besar, ia mampu mempengaruhi kebijakan-kebijakan perekonomian
suatu negara dengan sangat luas.
Dari sudut pandang sejarah, model perusahaan seperti ini
mulai bermunculan sejak dekade 50. perusahaan-perusahaan multinasional,
terutama di AS, semakin aktif di beberapa bidang, setelah terpengaruh oleh
kondisi perekonomian di zaman itu. Dengan memanfaatkan sistem transportasi dan
komunikasi internasional yang semakin modern, demikian pula karena adanya
“celah” antara hubungan Eropa dan Jepang, perusahaan-perusahaan ini menemukan peluang
untuk menjual produk-produk mereka ke luar batas-batas AS. Tak lama kemudian,
perusahaan-perusahaan Eropa mengikuti jejak langkah mereka ini, sehingga
menjadi semakin luaslah keberadaan perusahaan-perusahaan multinasional ini.
Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang berusaha di banyak negara;
perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki
kantor-kantor, pabrik atau kantor
cabang di banyak
negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka
mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinasional yang sangat besar memiliki
dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh kuat
dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai
para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi
masyarakat dan melobi politik. Karena jangkauan internasional dan mobilitas
PMN, wilayah dalam negara, dan Negara sendiri, harus berkompetisi agar
perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak
pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi lainnya) di wilayah tersebut.
Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional seringkali
menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan pemerintah atau
infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan lingkungan yang memadai.
Terdapat dua karakteristik pokok dari perusahaan
multinasional, yakni ukuran mereka yang sangat besar dan kenyataan bahwa
operasi bisnis mereka yang tersebar ke seluruh dunia itu cenderung dikelola
secara terpusat oleh para pemimpinnya di kantor pusatnya yang berkedudukan di
Negara asal. Ukuran mereka yang sedemikian besar tentu memberikan kekuatan
ekonomi (dan terkadang juga kekuatan politik) yang sangat besar, sehingga
mereka merupakan kekuatan utama (sekitar 40%) yang menyebabkan berlangsungnya
globalisasi perdagangan duniua secara pesat. Dengan kekuatan yang begitu besar,
merekalah yang sebenarnya seringkali mendominasi aneka komoditi dagang di
Negara-negara berkembang (tembakau, mie, bubur gandum instant, dsb).
Dari gambaran ini, maka bisa dibayangkan betapa dahsyatnya
kekuatan ekonomi (dan terkadang politik) yang dimiliki oleh
perusahaan-perusahaa multinasional tersebut, apalagi jika dibandingkan dengan
pemerintahan di Negara-negara berkembang di mana mereka menjalankan bisnisnya.
Kekuatan mereka ini juga ditunjang lagi oleh posisi oligopolitik yang
mereka genggam dalam perekonomian domestic atau bahkan internasional pada
sektor atau jenis-jenis produk yang mereka jalankan.
- CONTOH – CONTOH PERUSAHAAN MULTINASIONAL YANG ADA DI INDONESIA
- DUNKIN DONUTS
Dunkin’Donuts pertama kali masuk ke Indonesia melalui Penanaman Modal Asing
Langsungnya dengan membuka perusahaan pertamanya di Jakarta. Dunkin’ Donuts
sebelumnya juga telah membuka cabang-cabangnya (franchise) di berbagai negara,
seperti negara-negara di Eropa. Dunkin’Donuts pada mulanya tumbuh dan
berkembang di kota Boston, Amerika Serikat pada tahun 1940 (dengan nama awal
Open Kettle). Kemudian perusahaan ini terus tumbuh dan berkembang hingga
akhirnya pada tahun 1970, Dunkin’Donuts telah berhasil menjadi perusahaan
dengan merek internasional. Kemudian pada tahun 1983 perusahaan Dunkin’Donuts
dibeli oleh Domecq Sekutu (Allied Domecq) yang juga membawahi Togo’s dan Baskin
Robins. Di bawah Allied Domecq, perluasan pasar Dunkin’Donuts secara
internasional semakin diintensifkan. Hingga akhirnya gerai Dunkin’Donuts
tersebar tidak hanya di benua Amerika saja, tetapi juga meluas ke benua-benua
seperti Eropa dan Asia. Di Indonesia sendiri, Dunkin’ Donuts mulai
merambah pasarnya pada tahun 1985 dengan gerai pertama didirikan di Jalan Hayam
Wuruk, Jakarta Pusat. Khusus wilayah Indonesia, master franchise Dunkin’Donuts
dipegang oleh Dunkin’ Donuts Indonesia[10]. Saat pertama kali Dunkin’Donuts
membuka gerai pertamanya di Indonesia (pada tahun 1980-an), tidak ada reaksi
keras dari masyarakat yang menentang perusahaan tersebut untuk masuk.
Masyarakat cenderung menganggap positif atas upaya perusahaan tersebut dalam
memperluas jaringan pasarnya. Mereka justru cenderung merasa senang atas
hadirnya Dunkin’Donuts di Indonesia.
2. LEVI’S JEAN
Sebuah kisah menggambarkan sejarah celana jeans yang
telah diciptakan oleh Levi Strauss tahun 1880 ini, delapan tahun setelah jeans
masuk ke Amerika Serikat (AS) tahun 1872. Jeans Levis pertama kali dibuat di
Genoa, Italia tahun 1560-an. Kain celana ini biasa dipakai oleh angkatan laut.
Orang Prancis menyebut celana ini dengan sebutan “bleu de GĂ©nes”, yang
berarti biru Genoa. Meski tekstil ini pertama kali diproduksi dan dipakai di
Eropa, tetapi sebagai fashion, jeans dipopulerkan di AS oleh Levi Strauss,
seorang pemuda berusia dua puluh tahunan yang mengadu peruntungannya ke San
Francisco sebagai pedagang pakaian. Ketika itu, AS sedang dilanda demam emas.
Levi Strauss & Co. adalah produsen pakaian Amerika Serikat yang didirikan
pada tahun 1853 oleh Levi Strauss. Perusahaan ini bersifat internasional dengan
3 divisi geografis Levi Strauss North Americas, bermarkas di San Francisco,
Levi Strauss Europe, dengan markas di Kota Brusel dan Levi Strauss Asia
Pacific, markas di Singapura. Jumlah karyawan perusahaan Levi Strauss &
Co. sampai saat ini telah mencapai sekitar 8.850 di seluruh dunia.
3. EPSON
Awalnya EPSON yang ada saat ini memang bukan berasal dari
Indonesia. Produk asal Jepang ini menjadikan Indonesia menjadi pusat
produksinya didunia. Epson sesungguhnya berawal dari usaha jam merek Seiko. Ya,
merek jam yang selama ini kita kenal itu merupakan cikal bakal berdirinya
EPSON. Boleh dibilang EPSON adalah anak kandung Seiko. Didirikan Hisao Yamazaki
pada 1942, Seiko berada di bawah bendera Daiwa Kogyo. Kala itu, Seiko amat
terkenal akan keunggulannya dalam teknologi presisi kinetiknya. Teknologi ini
sangat memperhatikan detail, ketepatan, serta keakuratan secara mekanis dan
berulang. Sebuah teknologi yang mencerminkan gaya hidup orang Jepang.
4.
KFC
KFC (dulu dikenal dengan nama Kentucky Fried Chicken) adalah
suatu merek dagang waralaba dari Yum! Brands, Inc., yang bermarkas di
Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Didirikan oleh Col. Harland Sanders, KFC
dikenal terutama karena ayam gorengnya, yang biasa disajikan dalam bucket. Col.
Sanders mulai menjual ayam gorengnya di pom bensin miliknya pada tahun 1939 di
Corbin, Kentucky yang selanjutnya pindah ke sebuah motel. Ia menutup usahanya
pada akhir 1940-an sewaktu jalan tol Interstate melalui kotanya. Pada awal
1950-an, ia mulai berkeliling Amerika Serikat dan bertemu dengan Pete Harman di
Salt Lake City, Utah, dan pada tahun 1952 bersama-sama mendirikan restoran
Kentucky Fried Chicken yang pertama di dunia (restoran pertamanya tidak
menggunakan nama tersebut). Sanders menjual seluruh waralaba KFC pada tahun
1964 senilai 2 juta USD, yang sejak itu telah dijual kembali sebanyak tiga
kali. Pemilik terakhir adalah PepsiCo, yang menggabungkannya ke dalam divisi
perusahaan Tricon Global Restaurants yang sekarang dikenal sebagai Yum! Brands,
Inc. Pada tahun 1997, Tricon terpisah dari PepsiCo. Di Indonesia,
pemegang hak waralaba tunggal KFC adalah PT. Fastfood Indonesia, Tbk (IDX:
FAST) yang didirikan oleh Kelompok Usaha Gelael pada tahun 1978, dan terdaftar
sebagai perusahaan publik sejak tahun 1994. Restoran KFC pertama di Indonesia
dibuka pada bulan Oktober 1979 di Jalan Melawai, Jakarta.
5.
LG
Didirikan pada 1947, Lucky Chemical Industrial Co.
(sekarang disebut LG Chemical), adalah merupakan perusahaan kimia pertama di
Korea. Perusahaan ini merupakan sebuah kerja sama antara keluarga Koo dan Heo,
yang telah memiliki bisnis yang saling bersaing satu sama lain untuk beberapa
generasi. Grup ini memperluas ke peralatan rumah tangga pada 1958 di bawah nama
Goldstar Electronics Co. GeumSung being Planet Venus)(sekarang disebut LG
Electronics), yang merupakan perusahaan elektronik pertama di negara
tersebut. LG Indonesia didirikan pada 15 Desember 1990 yang berpusat di
Gedung Garuda Indonesia. LG Indonesia juga sebagai sponsor resmi Persija
Jakarta
Berawal dari perusahaan kecil dengan modal hasil pinjaman,
RIM berkembang menjadi perusahaan yang paling di kagumi dan di hormati dai
Kanada. Kisah sukses perusahaan dengan nama lengkap Research In Motion Ltd,
berawal dari keinginan seorang pemuda yang di drop out dari kampusnya untuk
membuktikan diri. Adalah seorang yunani bernama Mike Lazardis yang berimigrasi
dari Turki ke Kanada pada th 1967. Usianya yang ke 23 Lazardis mendapat
kenyataan pahit karena di keluarkan dari Universitas Waterloo, dimana dia
mendalami teknik elektro. Lazardis mendapat pinjaman modal usaha dari teman dan
keluarganya. Dengan modal tersebut, Lazarsis dan dua temannya mendirikan RIM di
Waterloo,Ontario Kanada th 1984. BlackBerry pertama kali diperkenalkan di
Indonesia pada pertengahan Desember 2004 oleh operator Indosat dan perusahaan
Starhub. Perusahaan Starhub merupakan pengejewantahan dari RIM yang merupakan
rekan utama BlackBerry.
D. Dampak perusahaan multinasional
Dewasa ini kehadiran perusahaan-perusahaan multinasional di
bidang ekonomi dan politik dunia, terasa sangat mencolok. Perusahaan-perusahaan
multinasional yang “menancapkan kukunya” juga tentu saja memberikan implikasi
kepada, saya sebut sebagai, Negara yang di’ekspansi’nya, baik dampak positif
maupun dampak negatifnya. Dampak positif pertama yang paling sering
disebut-sebut sebagai sumbangan positif penanaman modal asing ini adalah, peranannya
dalam mengisi kekosongan atau kekurangan sumber daya antara tingkat investasi
yang ditargetkan dengan jumlah actual “tabungan domestik” yang dapat
dimobilisasikan. Dampak positif kedua adalah, dengan memungut pajak atas
keuntungan perusahaan multinasional dan ikut serta secara financial dalam
kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri, pemerintah Negara-negara berkembang
berharap bahwa mereka akan dapat turut memobilisasikan sumber-sumber financial
dalam rangka membiayai proyek-proyek pembangunan secara lebih baik.
Dampak positif ketiga adalah, perusahaan multinasional
tersebut tidak hanya akan menyediakan sumber-sumber financial dan pabrik-pabrik
baru saja kepada Negara-negara miskin yang bertindak sebagai tuan rumah, akan
tetapi mereka juga menyediakan suatu “paket” sumber daya yang dibutuhkan bagi
proses pembangunan secara keseluruhan, termasuk juga pengalaman dan kecakapan
manajerial, kemampuan kewirausahaan, yang pada akhirnya nanti dapat
dimanifestasikan dan diajarkan kepada pengusaha-pengusaha domestic
Dampak positif keempat adalah, perusahaan multinasional
juga berguna untuk mendidik para manajer local agar mengetahui strategi dalam
rangka membuat relasi dengan bank-bank luar negeri, mencari alternative pasokan
sumber daya, serta memperluas jaringan-jaringan pemasaran sampai ke tingkat
internasional. Dampak positif kelima adalah, perusahaan multinasional
akan membawa pengetahuan dan teknologi yang tentu saja dinilai sangat maju dan
maju oleh Negara berkembang mengenai proses produksi sekaligus memperkenalkan
mesin-mesin dan peralatan modern kepada Negara-negara dun ia ketiga.
Selain dampak positif yang telah dikatakan diatas, tentu
saja dalam pelaksanaan kegiatan ekonominya, perusahaan multinasional juga
mempunyai dampak negatif yang terjadi pada Negara tamu. Pada umumnya pasar yang
menjadi sasaran pemasaran perusahaan multinasional ini memang adalah
Negara-negara yang notabenenya adalah Negara-negara yang sedang berkembang atau
Negara-negara dunia ketiga. Hal ini mereka lakukan karena Negara-negara dunia
ketiga ini dinilai belum mempunyai perlindungan yang baik atau belum mempunyai
“kekuatan” yang cukup untuk menolak “kekuatan” daripada perusahaan-perusahaan
raksasa multinasional ini sehingga bukan tidak mungkin mereka bisa melakukan
intervensi terhadap pemerintahan yang dilangsungkan oleh Negara yang
bersangkutan, atau dengan kata lain Negara-negara ini menghadapi dilema di
mana sebagian besar negara terlalu lemah untuk menerapkan prinsip aturan hukum,
dan juga perusahaan-perusahaan raksasa ini sangat kuat menjalankan kepentingan
ekonomi untuk keuntungan mereka sendiri.
Kemudian kita juga harus menyadari bahwa perusahaan-perusahaan
mutinasional ini tidak tertarik untuk menunjang usaha pembangunan suatu Negara.
Perhatian mereka hanya tertuju kepada upaya maksimalisasi keuntungan atau
tingkat hasil financial atas setiap sen modal yang mereka tanamkan.
Perusahaan-perusahaan multi nasional ini senantiasa mencari peluang ekonomi
yang paling menguntungkan, dan mereka tidak bisa diharapkan untuk memberi
perhatiam kepada soal-soal kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan lonjakan
pengangguran. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan multinasional hanya sedikit
memperkerjakan tenaga-tenaga setempat. Operasi mereka cenderung terpusat di
sector modern yang mampu menghasilkan keuntungan yang maksimal yaitu di daerah
perkotaan.
Selain tidak bisa diharapkan untuk
ikut membantu mengatasi masalah ketenagakerjaan di Negara tuan rumah, mereka
bahkan seringkali memberi pengaruh negative terhadap tingkat upah rata-rata,
karena mereka biasanya memberikan gaji dan aneka tunjangan kesejahteraan yang
jauh lebih tinggi ketimbang gaji gaji rata-rata kepada para karyawannya, baik
itu yang berasal dari Negara setempat atau yang didatangkan dari Negara-negara
lain. Di atas telah dikatakan bahwa keuatan mereka juga ditunjang oleh
posisi oligopolitik yang mereka genggam dalam perekonomian domestik atau bahkan
internasional pada sektor atau jenis-jenis produk yang mereka geluti. Hal ini
bertolak berlakang dari keyataan bahwa mereka cenderung beroperasi di
pasar-pasar yang dikuasai oleh beberapa penjual dan pembeli saja. Situasi
seperti ini memberi mereka kemampuan serta kesempatan yang sangat besar untuk
secara sepihak menentukan harga-harga dan laba yang mereka kehendaki,
bersekongkol dengan perusahaan lainnya dalam membagi daerah operasinya serta
sekaligus untuk mencegah atau membatasi masuknya perusahaan-perusahaan baru
yang nantinya dikhawatirkan akan menjadi saingan mereka.
Hal-hal tersebut mereka upayakan dengan menggunakan kekuatan
yang mereka miliki dalam penguasaan teknologi-teknologi baru yang paling
canggih dan efisien, keahlian-keahlian khusus, diferensiasi produk, serta
berbagai kegiatan periklanan secara gencar dan besar-besaran untuk
mempengaruhi, kalau perlu mengubah, selera dan minat konsumen. Kemudian
walaupun dampak-dampak awal (berjangka awal) dari penanaman modal perusahaan
multinasional memang dapat memperbaiki posisi devisa Negara yang menerima
mereka (Negara tuan rumah), tetapi dalam jangka panjang dampak-dampaknya justru
negatif, yakni dapat mengurangi penghasilan devisa itu, baik dari sisi
neraca transaksi berjalan maupun neraca modal. Neraca transaksi berjalan
bisa memburuk karena adanya impor besar-besaran atas barang-barang setengah
jadi dan barang modal oleh perusahaan multinasional itu, dan hal tersebut masih
diperburuk lagi oleh adanya pengiriman kembali keuntungan hasil bunga, royalty,
dan biaya-biaya jasa manajemen ke Negara asalnya. Jadi praktis pihak Negara
tuan rumah tidak memperoleh bagian keuntungan yang adil dan wajar.
Selain itu perusahaan-perusahaan multinasional berpotensi
besar untuk merusak perekonomian tuan rumah dengan cara menekan timbulnya
semangat bisnis para usahawan local, dan menggunakan tingkat penguasaan
pengetahuan teknologi mereka yang superior, jaringan hubungan luar negeri yang
luas dan tertata baik, keahlian dan agresivitas di bidang periklanan, serta
penguasaan atas berbagai berbagai jenis jasa pelengkap lainnya untuk mendorong
keluar setiap perusahaan local yang cukup potensial yang dianggap mengganggu
atau mengancam dalam kancah persaingan, dan sekaligus untuk menghalangi
munculnya perusahaan-perusahaan baru yang berpotensi untuk menjadi saingan
mereka. Perusahaan-perusahaan multinasional juga sering menggunakan kekuatan
ekonomi mereka untuk mempengaruhi, menyuap, dan memanipulasi berbagai kebijakan
pemerintah di Negara tuan rumah ke arah yang tidak menguntungkan bagi
pembangunannya.
C.Dampak
Negatif Perusahaan Multinasional
Alasan
utama banyaknya negara berhati-hati sebelum mengizinkan operasi suatu
perusahaan multinasional di negaranya adalah dampak-dampak negatif yang mungkin
ditimbulkannya. Salvatore paling tidak menyebutkan 6 dampak ini di dalam
bukunya,
Terhadap
negara asal
- Hilangnya sejumlah lapangan kerja domestik. Ini karena perusahaan multinasional mengalihkan sebagian modal dan aktivitas bisnisnya ke luar negeri.
- Ekspor teknologi, yang oleh sebagian pengamat, secara perlahan-lahan akan melunturkan prioritas teknologi negara asal dan pada akhirnya mengancam perekonomian negara bersangkutan.
- Kecenderungan praktik pengalihan harga sehingga mengurangi pemasukan perpajakan
- Mempengaruhi kebijakan moneter domestik.
Terhadap
negara tuan rumah:
- Keengganan cabang perusahaan multinasional untuk mengekspor suatu produk karena negara tersebut bukan mitra dagang negara asalanya.
- Mempengaruhi kebijakan moneter negara yang bersangkutan.
- Budaya konsumsi yang dibawa perusahaan tersebut bisa mengubah budaya konsumsi konsumen local dan pada akhirnya mematikan unit-unit usaha tradisional.
Dan tentu
saja dampak-dampak lainnya masih banyak mengingat masalah ini adalah masalah
yang kompleks. Mulai dari politik yang mempengaruhinya, belum lagi bidang
lainnya yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik di bidang sosial, budaya,
pendidikan dan sebagainya.
D.Penanggulangan
Dampak negatif Perusahaan Multinasional
Perusahaan
multinasional, seperti halnya perusahaan komersial lainnya akan tetap dan
selalu bersifat profit oriented. Disini akan timbul suatu masalah dalam
kaitannya dengan penanggulangan dampak negative perusahaan multinasional.
Program-program penanggulangan dampak negative, bisa dicontohkan asuransi
kesehatan pegawai, pajak lingkungan hidup (di luar negeri), jamsostek,
reservasi lingkungan, akan dianggap sebagai suatu inefisiensi karena sifat
profit orientednya tadi, dimana perusahaan berusaha mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya sebagai bentuk pertanggungjawabannya terhadap shareholder.
Sehingga tidak akan tercapai titik temu antara tujuan perusahaan dengan tujuan
masyarakat. Disinilah pemerintah mengambil peranannya. Namun, tidak selamanya
hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah apalagi pemerintah yang korup. Demi
peningkatan usaha penanggulangan dampak negatif MNC, harus dicari akar masalah
dari hambatan atas penanggulangan ini. Ekonom dan peraih nobel, Joseph E
stiglitz dalam bukunya Making Globalization Works (2006) mengemukan 4 dilema
yang dialami perusahaan sehingga mereka sebenarnya tidak mau melakukan usaha
penanggulangan dampak negatif atas aktivitas yang mereka lakukan.
- Sifatnya yang profit oriented, sebagaimana penjelasannya di atas.
- Kompetisi. Ini mengakibatkan perusahaan harus melakukan operasi seefisien mungkin dengan cara menghasilkan untung yang sebesar-besarnya dan menekan biaya dalam waktu singkat agar dapat tetap survive. Dalam kondisi seperti ini, tentu perusahaan akan menghindari segala biaya yang tidak esensial bagi operasi seperti, misalkan biaya pembangunan rumah sakit bagi warga sekitar.
- Kekuatan ekonomi dan politik, mengingat kekuatan peusahaan multinasional yang luar biasa secara ekonomi dan politik, perusahaan semacam ini bisa saja “membeli” negara-negara yang memang sedang membutuhkan modal dari mereka. Contohnya Freeport di Papua dan Exxon di Aceh. Dilema akan terjadi karena semakin perusahaan ini berperan dalam pembangunan sosial ekonomi semakin pembangunan ditentukan oleh praktik-praktik untuk memenuhi interest dari perusahaan tersebut. Misalnya Freeport memang membangun rumah-rumah sakit,jalan sekolah, tetapi warga sekitar tetap mengeluh. Mereka mengeluh karena kenyataannya fasilitas-fasilitas tersebut untuk melayani kepentingan pegawai dan staf perusahaan saja.
- Kolusi perusahaan-pemerintah. Perusahaan bisa melakukan lobi-lobi kepada para birokrat, baik daerah maupun pusat untuk membuat undang-undang yang memenuhi interest dan kebutuhan mereka. Tidak jarang biaya untuk melakukan lobi-lobi ini melebihi biaya investasi lainnya. Perusahaan perminyakan seringkali mengurangi biaya kompensasi dan konservasi alam dengan cara menyuap pejabat publik. Lagipula kebijakan tersebut adalah banyak dipengaruhi pejabat publik dan perusahaan saja, tetapi minim partisipasi masyarakat sehingga tidak jarang mengabaikan hak-hak publik. Contoh yang bagus adalah kasus Freeport di Indonesia, “Dalam 20 tahun berikutnya, proses pemakaian tanah yang tidak transparan—dan pemindahan paksa komunitas lokal—berlanjut pada 1995, anggota-anggota masyarakat memahami untuk pertama kalinya bahwa, menurut sumber-sumber pemerintah, mereka telah menyerahkan tanah-tanah ulayat di wilayah Timika (hampir 1 juta hektar) kepada pemerintah untuk penempatan transmigrasi, termasuk kota Timika dan lokasi Freeport yang baru, Kuala Kencana.” (Aderito de Jesus Soares, jurnal LIBERTASAUN V/2005)
Dari akar
masalah di atas paling tidak bisa dirumuskan 3 pendekatan dalam menanggulangi
masalah di atas sebagai berikut:
- Pendekatan hukum. Dilema perusahaan akan profit oriented dapat dicegah melalui legislasi, dimana peraturan perundang-undangan yang mengikat semua pihak akan menempatkan perusahaan pada standar yang sama. Perusahaan yang berbisnis dengan standar tinggi pasti akan menyambut baik hal ini. Perusahaan yang berbisnis dengan standar tinggi, dalam menjalankan praktiknya akan memperhatikan etika berbisnis (code of conduct). Peraturan dan legislasi akan melindungi perusahaan tersebut terhadap kompetisi yang tidak fair dari perusahaan yang tidak memenuhi standar yang sama. Pentingnya peraturan dan hukum ini, seperti dikatakan oleh stiglitz, “tanpa tekanan peraturan pemerintah dan masyarakat, korporasi enggan melindungi dampak lingkungan secara memadai. Sejatinya mereka memiliki motivasi untuk merusak lingkungan hidup jika hal tersebut dapat menyelamatkan uang mereka”
- Pendekatan sosial dan etika. Pendekatan lainnya untuk menjamin pertanggungjawaban publik perusahaan multinasional ialah melalui berbagai macam tekanan sosial dan etik masyarakat. Paling tidak ada 4 kelompok yang dapat mengadakan presure antara lain, konsumen, investor, pekerja dan LSM. Menurut Wegner-Tsukamoto, kelompok ini dapat menciptakan apa yang disebut “ethical capital” yang artinya nilai yang merasuki empat kelompok tadi untuk melakukan gerakan moral secara aktif. Contoh nyatanya adalah boikot yang dilakukan Gandhi, tentu saja diikuti pengikutnya, atas perusahaan kapas kolonialis Inggris di India, kemudian boikot partai solidaritas buruh di Glasgow atas perusahaan galangan kapal. Kemudian, contoh dari LSM yang memberikan tekanan adalah yang sering didengar tentang kampanye “blood diamond” di Sierra atau “Dirty Oil” di Nigeria yang cukup efektif menarik perhatian dunia sehingga perusahaan multinasional yang bersangkutan tidak bisa seenaknya sendiri. Kasus di Indonesia yang terkenal adalah kasus Freeport di mana LSM bentukan masyarakat/ suku lokal bernama LEMASA (Lembaga Masyaraka Adat Komoro) mengajukan gugatannya di pengadilan New Orleans, kota dimana kantor pusat Freeport berada.
- Rahmad Paul, master pada Conflict Transformation di Center for Justice and Peacebuilding Eastern Mennonite University, US menyarankan pendekatan melalui transformasi konflik. Konflik itu seperti pedang bermata dua, di satu sisi bisa menghambat tetapi jika dikelola dengan baik dapat menjadikannya sesuatu yang konstruktif. Kalau dinamika konflik dikelola secara tepat akan berdampak pada perubahan sosial yang transformative dan significant bagi kepentingan rakyat banyak. Negosiasi dan mediasi konflik merupakan cara pendekatan yang berprinsip pada nonkekerasan dan dialog untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak yang bertikai. Para pihak yang berkonflikperlu duduk bersama dan setara di meja perundingan negosiasi guna mencari titik temu dan menjembatani perbedaan persepsi dan kepentingan dan secara bersama-sama membangun consensus yang membangun dan mengakomodasi semua pihak.
Adapun
Nopirin, Ph.D dalam bukunya ekonomi internasional jilid 3 mengungkapkan
setidaknya ada 5 cara dalam hal pengaturan perusahaan multinasional
demi penghindaran efek buruk yang mungkin terjadi:
- Pengaturan tentang masuknya MNC. Pengaturan meliputi penilaian tentang kemungkinan efek suatu perusahaan multinasional di masa yang akan datang terhadap politik dan ekonomi negara yang bersangkutan. Jika penilaian ini menunjukkan kemungkinan yang sangat buruk atau dengan kata lain kerugiannya lebih besar daripada keuntungannya, maka perusahaan multinasional tersebut ditolak kehadirannya.
- Penentuan sektor-sektor tertentu yang sudah tertutup untuk investasi asing atau penentuan pemilikan, sehingga memberi peluang pada wiraswasta local untuk ikut melakukan kegiatan atau mengambil keputusan.
- Negara penerima dapat mengatur kegiatan perusahaan multinasional dengan cara membatasi bahan yang diimpor, penentuan harga produk, pengaturan tentang kredit, pemilikan serta pengaturan tentang efeknya terhadap lingkungan.
- Negara penerima melakukan pengaturan tentang keuntungan yang boleh dikirimkan kembali ke negara induk.
- Negara penerima dapat melakukan nasionalisasi perusahaan multinasional. Biasanya ini adalah tindakan terakhir yang dilakukan suatu negara dan harus dipertimbangkan secara hati-hati karena hal ini dapat melenyapkan minat investor untuk berinvestasi di masa-masa yang akan datang.
Pada
kenyataannya, memang suatu negara tidak akan membiarkan perusahaan
multinasional untuk sertamerta masuk dan beroperasi di wilayahnya. Akan banyak
terdapat pembatasan-pembatasan. Negara Kanada misalnya, saat ini menerapkan
tingkat pajak yang lebih tinggi terhadap anak atau cabang perusahaan asing,
termasuk perusahaan patungan, dengan jumlah saham yang dikuasai warga Kanada
kurang dari 25%. India secara ketat membatasi sector-sektor industry yang boleh
menerima penanaman modal asing secara langsung. Beberapa negara berkembang
bahkan tidak memperbolehkan perusahaan yang sahamnya dikuasai 100% oleh pihak
asing.
BAB III
PENUTUP
Perusahaan multinasional sebagai
pengaruh globalisasi di abad ini tidak akan penah bisa dihindari sebab selain
banyak dikecam juga tidak salah kiranya disebutkan memberikan manfaat
yang berguna bagi kesejahteraan bangsa. Yang menjadi fokus pengaturan adalah
bagaimana penanggulangan terhadap efek-efek negatif yang mungkin muncul
sehingga semakin memaksimalkan kesejahteraan rakyat. Penanggulangan ini bisa
dilakukan dengan berbagai macam cara. Akhirnya penanggulangan ini akan
memberikan pelajaran pada perusahaan multinasional, sebagaimana yang dikatakan
Brata T. Hardjosubroto ( Head of Public Relation Nestle Indonesia ), “Reputasi
buruk memberi dampak negatif bagi suatu perusahaan multinasional. Reputasi
buruk yang diterima oleh suatu perusahaan tidak bisa mendapatkan sangsi
pelanggaran hukum, tetapi mencoreng nama baik perusahaan tersebut”. Sehingga
diharapkan dengan adanya penanggulangan ini, dengan sendirinya akan tercapai
titik temu tentang apa yang diinginkan masyarakat dengan tujuan perusahaan
Akhir dekade 1990-an ini merupakan periode yang
menarik bagi kita untuk menilai kembali segala dampak kualitatif maupun
kuantitatif yang ditimbulkan oleh investasi yang dilakukan
perusahaan-perusahaan raksasa multinasional terhadap kondisi social-ekonomi Negara-negara
berkembang yang bertindak sebagai tuan rumahnya. Tetapi perusahaan
multinasional atau transnasional bisa menjadi bencana nasional karena rawan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan bisa menjadi kekuatan penghambat proses
demokratisasi di negara-negara sedang berkembang.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) Emmy Hafild mengemukakan hal itu dalam diskusi bertema,
“Tanggung Jawab Transnational Corporations dalam HAM” yang diselenggarakan
Komisi Nasional HAM, Rabu (21 November 2006) di Jakarta. Emmy
berpendapat, ada kecenderungan kuat, para pemimpin pemerintahan atau negara di
negara-negara berkembang tunduk pada kekuatan modal perusahaan-perusahaan
transnasional. “Jadi, jangan heran bila banyak kebijakan pemerintah soal perburuhan
misalnya, lebih memihak kepentingan perusahaan transnasional,” tegasnya.
Menurut Emmy, dimana pun, perusahaan-perusahaan multinasional selalu berusaha
menggunakan setiap celah untuk mendikte norma internasional. “Dan nyatanya
berhasil,” tuturnya. Emmy mengatakan, perusahaan multinasional di Tanah Air
lebih banyak menimbulkan berbagai kerusakan daripada keuntungan. Berbagai
kerusakan itu antara lain, perampasan tanah, penghancuran tradisi, perampasan
hak penduduk atas lingkungan hidup yang sehat, penghancuran sumber daya alam,
serta pelecehan seksual.
Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar
mengatakan, keterlibatan masyarakat sangat esensial dalam pembangunan
berkelanjutan, tetapi saat ini masih terbatas dan masih belum menjadi suatu gerakan.
Untuk mendorong partisipasi masyarakat, dibutuhkan suatu wahan untuk
menyebarkan suatu informasi mengenai pembangunan berkelanjutan dan isu
lingkungan global. Selain itu, kata Rachmat, diperlukan penguatan jejaring
masyarakat untuk dapat berperan dalam pembangunan masyarakat yang
berkelanjutan. Terkait dengan kasus yang terjadi di Papua, mungkin solusi yang
perlu dimanifestasikan di dalam masyarakat itu sendiri adalah berupa pola
alokasi dana ke titik tertentu mungkin perlu dikembangkan ke kelompok-kelompok
yang lebih kecil, mengingat suku-suku yang mendiami kawasan pegunungan itu
hidup dalam kelompok-kelompok kecil di daerah-daerah terisolasi sehingga dampak
yang terjadi lebih dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Barang kali satu-satunya kesimpulan yang cukup
sahih untuk dikemukakan di sini adalah bahwasannya penanaman modal swasta asing
bisa merupakan pendorong pembangunan ekonomi dan social yang penting selama
kepentingan-kepentingan perusahaan multinasional tersebut memang sejalan dengan
kepentingan pemerintah dan masyarakat di Negara tuan rumah (tentu saja yang
dimaksudkan dengan kepentingan di sini bukanlah kepentingan yang pada akhirnya
menyebabkan berlarut-larutnya pembangunan yang dualistis serta memburuknya
ketimpangan distribusi pendapatan). Namun, selama perusahaan-perusahaan
multinasional tersebut hanya melihat kepentingan mereka dari segi output secara
global atau maksimalisasi keuntungan saja tanpa memperdulikan dampak-dampak
jangka panjang yang ditimbulkan oleh segenap aktivitas bisnisnya terhadap
kondisi-kondisi ekonomi dan social di wilayah-wilayah operasinya, maka selama
itu pula tuduhan-tuduhan dari pihak yang menentang penanaman modal asing akan
semakin mendapatkan dukungan di kalangan pemerintah maupun masyarakat di
Negara-negara dunia ketiga.
Daftar Pustaka
Anonim. 2006. Perusahaan
Multinasional dan Dampaknya. Desember 2006.
http://adinugroho5.wordpress.com/2010/11/18/dampak-dampak-negative-perusahaan-multinasional-mnc-serta-penanggulangannya/